Dampak Dan Pencegahan Atas Terjadinya Pembakaran Hutan

Dampak Dan Pencegahan Atas Terjadinya Pembakaran Hutan

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu,  hutan  dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.



Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kehutanan menyebutkan bahwa Hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.

Hutan Indonesia merupakan hutan yang menduduki urutan ketiga terluas di dunia dengan hutan tropis dan sumbangan dari hutan hujan (rain forest) Kalimantan dan Papua. Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), sebuah lembaga independen pemantau hutan Indonesia, sejumlah 82 hektare luas daratan Indonesia masih tertutup hutan.

Ini merupakan satu prestasi membanggakan mengingat hutan merupakan salah satu pendukung yang sangat penting bagi keseimbangan alam.  Hutan tropis di Indonesia menyimpan banyak potensi energi mikrobiologi yang sangat diperlukan dunia.

Senior Advisor for Terresterial Policy, The Nature Conservancy, Wahjudi Wardoyo mengatakan energi mikrobiologi sebagai generasi kedua dan ketiga sumber energi di dunia. Energi mikrobiologi hanya dapat ditemukan di hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati.
Melihat betapa pentingnya hutan bagi masa depan, namun betapa memprihatinkan mengingat laju kehilangan hutan di Indonesia begitu cepat. Data kehilangan tutupan pohon tahun 2015 yang diolah oleh Laboratorium Global Land Analysis & Discovery (GLAD) dari Universitas Maryland, menunjukkan bahwa kehilangan tutupan pohon di Indonesia tetap tinggi antara tahun 2001 dan 2015.

Fungsi Hutan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan  mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi  produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi  pokoknya ada tiga, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) menerangkan hutan  lindung adalah hutan yang diperuntukan bagi perlindungan tata tanah dan air  bagi kawasan di sekitarnya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri  khas tertentu yang diperuntukan bagi perlindungan alam, pengawetan jenis-jenis  flora dan fauna, wisata alam dan keperluan ilmu pengetahuan. Hutan produksi  adalah hutan yang diperuntukan bagi produksi kayu dan hasil hutan lainnya  untuk mendukung perekonomian negara dan perekonomian masyarakat.  

Fungsi hutan ditinjau dari kepentingan sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat-sifat lainnya yang berkenan dengan kehidupan manusia,  dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumber daya. Dengan kondisi ini, sumber daya hutan menjadi salah satu modal pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nutfah maupun penyanggah kehidupan.  Peranan tersebut menjadi salah satu modal dasar pembangunan berbagai segi, tergantung pada keadaan dan kondisi setempat. Oleh karena agar sumber daya hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, maka kawasan hutan dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan fungsinya yakni fungsi pelindung, fungsi produksi dan fungsi lainnya. 

Hutan yang berfungsi sebagai pelindung merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukan sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah. Hutan yang berfungsi produksi adalah kawasan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan  untuk dipungut hasilnya, baik berupa kayu-kayuan maupun hasil sampingan  lainnya seperti getah, damar, akar dan lain-lain.

 Fungsi lain dari hutan adalah sebagai hutan konversi. Hutan ini diperuntukan untuk kepentingan lain misalnya pertanian, perkebunan dan pemukiman. Walaupun hutan mempunyai fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak akan berubah, yakni untuk menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida, serta untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari erosi.

Secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui proses transpirasi dan respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi atau curah hujan yang turun akan berkurang dan suhu udara akan naik

Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya.

Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan  terjadi  karena manusia yang menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian. selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.



BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Permasalahan
Berdasarkan permasalahan diatas terdapat dua permasalahn yang akan dibahas, yakni :
1.    Apa dampak dari adanya pembakaran hutan ?
2.    Bagaimana cara mencegah terjadinya pembakaran hutan ?


 BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dampak Dari Adanya Pembakaran Hutan
            Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 pasal 108 tentang Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  1. Terancamnya habitat flora dan fauna
Hutan merupakan tempat tinggal bagi berbagai macam jenis flora dan fauna. Selain menjadi tempat tinggal, hutan juga menjadi tempat mencari makan dan tempat berlangsungnya kehidupan flora dan fauna. Jika hutan terbakar maka lingkungan tempat berkembangbiaknya flora dan fauna akan rusak. Lebih jauh lagi, rusaknya habitat atau tempat hidup akan mempengaruhi kelangsungan hidup flora dan fauna yang tinggal di dalam hutan
  1. Terancamnya keanekaragaman hayati
Setelah habitat flora dan fauna terancam, selanjutnya adanya keanekaragaman hayati juga akan terancam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hutan adalah tempat tinggal bermacam- macam hewan dan tumbuhan. Berbagai spesies hewan dan tumbuhan berada di dalamnya, baik itu spesies endemik maupun spesies lagi.
Ketika hutan terbakar maka mereke akan kehilangan tempat berlindung. Jika sudah kehilangan tempat berlindung, hewan dan tumbuhan langka lama- kelamaan juga akan mati. Matinya berbagai spesies tersebut akan mengurangi keanekaragaman hayati di Indonesiayang tadinya amat sangat beragam jenisnya.

  1. Terganggunya keseimbangan ekosistem
Dampak selanjutnya yakni terganggunya keseimbangan ekosistem. Ekosistem dapat terganggu keseimbangannya karena peran hutan sebagai penyeimbang tersebut sudah  tidak ada lagi. Hutan sudah rusak karena terbakar. Pohon- pohon yang tumbuh di hutan telah mati. Pohon- pohon yang biasanya mengurangi polusi udara dan menyimpan cadangan air sudah tidak ada lagi. Jika sudah terjadi demikian, maka ekosistem tidak akan bisa seimbang lagi
  1. Meningkatnya potensi bencana
Kebakaran hutan saja sudah merupakan bencana. Satu bencana tersebut akan menimbulkan berbagai jenis bencana lain seperti banjir dan tanah longsor (baca : Pengertian Longsor). Banjir disebabkan karena sungai tidak bisa menampung banyaknya air hujan sehingga menjadi air bah yang menggenangi pemukiman di sekitar sungai. Tanah yang biasanya membantu sungai untuk menahan air sudah tidak dapat lagi menjalankan perannya.
Hal tersebut karena tidak adanya pohon- pohon yang akar- akarnya menghujam kuat ke tanah. Akar – akar pohon itu lah yang tadinya menyerap air dan menyimpan cadangan air. Pohon- pohon yang sudah mati karena terbakar tidak bisa lagi membantu tanah dan sungai untuk menahan air hujan yang jatuh ke bumi. Air hujan yang sangat deras tersebut akhirnya menjadi bencana banjir air.
Selain banjir, bencana lain yang disebabkan oleh kebakaran hutan adalah longsor. Bencana ini masih berkaitan dengan matinya pepohonan. Pohon tidak hanya berperan sebagai penyerap air, tetapi akar pohon juga berguna untuk memperkuat struktur tanah. Adanya akar pohon membuat struktur tanah akan tetap kuat meski di guyur tingginya intensitas hujan. Hilangnya akar- akar pohon membuat tanah lembek saat musim penghujan. Struktur tanah menjadi lemah karena tidak ada akar pohon yang menopang. Lemahnya struktur tanah yang terus menerus ditimpa air hujan akan menjadi penyebab tanah longsor. Longsoran tersebut bisa saja menimbun pemukiman dan membahayakan nyawa manusia

  1. erjadi sedimentasi sungai
Kebakaran hutan yang hebat akan menimbulkan banyak debu sisa pembakaran. Banyaknya sisa pembakaran hutan akan berterbangan dan dapat terbawa oleh aliran air. Setelah itu partikel- partikel sisa pembakaran akan mengalami proses sedimentasi di sungai dan mengakibatkan pendangkalan atau sedimentasi sungai. Sungai yang dangkal akan berakibat buruk bagi lingkungan. Sungai yang dangkal tidak bisa menampung besarnya volume air sehingga bisa menimbulkan banjir di kemudian hari.
  1. Terjadi erosi tanah
Hutan memang memiliki banyak fungsi. Satu lagi fungsi hutan yaitu menahan erosi. Bagaimana hutan bisa menahan erosi? Hal ini sekali lagi berhubungan dengan pepohonan yang tumbuh di hutan. Rimbunnya daun- daun pepohonan dapat menjadi kanopi alami yang melindungi tanah dari derasnya air hujan.
Air hujan yang jatuh ke bumi mengandung tenaga potensial. Jika tenaga tersebut cukup besar maka bisa mengikis permukaan tanah. Jika hutan terbakar, maka tidak ada lagi pohon yang melindungi tanah dari besarnya energi potensial pada hujan sehingga terjadilah pengikisan oleh airatau lebih dikenal dengan erosi tanah
  1. Terjadi alih fungsi hutan
Hutan yang telah terbakar membutuhkan waktu lama untuk mengembalikannya ke kondisi semula. Reboisasi sulit dilakukan karena tanah sudah rusak. Meskipun dilakukan perbaikan tentu tidak akan sepenuhnya kembali seperti hutan sebelum terjadi kebakaran. Hal itu tak jarang membuat beberapa pihak membuat keputusan lain yakni mengalihkan hutan menjadi lahan perkebunan. Alih fungsi hutan tersebut sebenarnya sangat merugikan, baik bagi lingkungan maupun bagi makhluk hidup di sekitarnya


  1. Menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air
Seperti yang kita ketahui bahwa hutan merupakan tempat sumber mata air. Ketika hutan terbakar, pohon- pohon mati dan tidak ada lagi yang bisa menyimpan cadangan air di dalam tanah. Jika sudah demikian, kuantitas air akan berkurang drastis dan dapat menimbulkan bencana kekeringan saat musim kemarau. Manusia akan kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, apalagi air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup
  1. Timbulnya kabut asap dan polusi udara
Setiap kali terjadi kebakaran hutan maka akan menimbulkan kabut asap. Kabut asap akan semakin tebal jika wilayah hutan yang terbakar semakin luas. Kabut asap ini menimbulkan polusi udaradan mengurangi jarak pandang. Berkurangnya jarak pandang dapat mengganggu aktivitas manusia dan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Selain itu kabut asap menyebabkan timbulnya berbagai jenis penyakit seperti gangguan saluran pernapasan atau ISPA, penyumbatan paru paru, serta iritasi pada mata dan kulit. Bukan hanya manusia yang merasakan akibat dari kabut asap tersebut, hewan- hewan terutama yang tinggal di hutan bisa saja mati karena terkontaminasi asap.
  1. Meningkatnya resiko pemanasan global
Asap dan karbon dioksida yang dihasilkan oleh bencana kebakaran hutan akan memperparah pemanasan global. Karbon dioksida yang dihasilkan asap kendaraan saja belum diserap secara maksimal oleh pepohonan, tetapi malah diperparah dengan matinya pepohonan dan produksi gas karbondioksida karena kebakaran hutan. Jika kebakaran hutan terus menerus terjadi dan meliputi wilayah yang sangat luas maka akan mempengaruhi iklim global. Perubahan musim menjadi tidak menentu dan menyulitkan manusia itu sendiri.
Begitu buruknya dampak yang timbul akibat kebakaran hutan. Kita sebagai makhluk yang paling cerdas di bumi seharusnya bisa mengurangi kebakaran hutan, bukan malah sengaja membakar hutan untuk dijadikan lahan bercocok tanam. Menjaga hutan berarti menjaga lingkungan dan menjaga kelangsungan hidup kita sendiri. Hutan harus senantiasa dilindungi agar dapat diwariskan untuk generasi selanjutnya.
3.2 Cara Mencegah Terjadinya Pembakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah salah satu bencana alam yang dapat merugikan berbagai pihak seperti masyarakat yang bekerja sebagai petani hutan, pabrik yang menggunakan bahan kayu sebagai bahan utamanya dan tentunya juga akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Untuk itu maka perlu dilakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi kebakaran hutan di Indonesia. Berikut adalah upaya dalam pencegahan kebakaran hutan :


Mengawasi Titik Rawan Kebakaran Hutan
Titik-titik api di Indonesia sangatlah banyak, terutama di Provinsi Kalimantan dan Sulawesi. Maka dari itu harus ada pengawasan ekstra di titik rawan kebakaran tersebut. Kondisi yang disebut rawan ini biasanya ditandai dengan adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti rumput yang mengering dan juga kayu. Untuk menganalisis bisa dengan menggunakan Indeks Kekeringan Keetch Bryam. Indeks Keetch Bryam adalah sebuah metode penilian bahaya kebakaran hutan yang dapat diandalkan untuk menilai tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bahaya kebakaran.
Melakukan Patroli dan Pengawasan Lebih Ketat
Dengan melakukan patroli dan pengawasan lebih ketat di tempat yang memang rawan kebakaran, diharapkan nantinya dapat mengurangi kebakaran hutan yang terjadi. Kegiatan ini sebaiknya lebih sering dilakukan ketika musim kemarau panjang telah tiba


Mendeteksi Kebakaran Hutan Sedini Mungkin
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa hal seperti berikut :
  • mendirikan menara pengawas dengan jarak pandang jauh yang dilengkapi sarana deteksi seperti teropong dan juga sarana alat komunikasi
  • mambangun pos jaga disekitar areal tanaman dan juga di kawasan perbatasan dengan penduduk maupun lahan usaha
  • memanfaatkan sebagik mungkin dari informasi penerbangan, data satelit dan juga data cuaca pada area kawasan hutan.
Mempersiapkan Peralatan Pemadaman Kebakaran Hutan
Peralatan penting untuk memadamkan api sebaiknya dipersiapkan sedini mungkin agar ketika kejadian sudah tidak perlu bingung untuk mencari peralatan memadamkankebakaran.
Membuat Tempat Penampungan Air
Dibeberapa titik yang memang rawan terjadi kebakaran hutan sebaiknya membuat tempat penampungan air atau embung. Dengan adanya embung ini diharapkan apabila sudah terjadi kebakaran hutan maka dapat meminimailir kebakaran yang terjadi dengan mengambil air dari embung tersebut.
Memasang Alarm Peringatan Bahaya Kebakaran
Dengan memasang alarm peringatan kebakaran ini diharapkan untuk memberitahukan kepada penduduk untuk segera memadamkan api sebelum api berkobar dan merambat. Maka dari itu peran teknologi saat ini sangat dibutuhkan ketika bencana alam terjadi.



Melakukan Penyuluhan
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan. Penyuluhan ini juga bisa dengan melakukan praktik langsung di lapangan untuk menangani bila terjadi kebakaran.
Tidak Sembarangan Membakar
Dengan melakukan peringatan dini kepada masyarakat sekitar untuk tidak sembarangan membakar sesuatu yang dapat menyebabkan api merambat kemana-mana serta tidak melakukan pembakaran di dekat tempat yang memang rawan terjadi kebakaran.
Memastikan Bahwa Api Benar-benar Mati
Memastikan api telah mati setelah membakar sesuatu adalah hal yang perlu diperhatikan betul, karena sebagian besar kebakaran hutan terjadi karena ulah manusia yang lalai untuk tidak memastikan bahwa api tersebut benar-benar sudah mati.
Selalu Siap Siaga
Siap siaga untuk segera memberi tahu warga atau instansi yang terlibat apabila kebakaran hutan telah terjadi. Dan juga selalu melakukan komunikasi dengan pihak yang melakukan patroli. Apabila terdapat sumber titik api segeralah lapor agar ditangani lebih lanjut.
Memeriksa Peraturan Setempat Tentang Perijinan dan Pembatasan Larangan Pembakaran
Peraturan disini biasanya disusun oleh departemen kehutanan dan sumber daya alam. Dalam peraturan tersebut mencakup peraturan tentang jarak pembakaran rumput atau bahan bahan yang bisa terbakar, peraturan kegiatan kemah dan juga perijinan untuk menyalakan api unggu serta peraturan bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah hutan. Dengan memeriksa surat tersebut, nantinya dapat meminimalisir terjadinya kebakaran hutan.
Menetapkan Minimal Jarak Pembakaran
Dengan menetapkan batas minimal jarak pembakaran terhadap benda-benda yang mudah terbakar nantinya diharapkan dapat mengurangi resiko kebakaran. Jarak minimalnya adalah sekitar 50 kaki dari bangunan dan 500 kaki dari hutan.
Melakukan Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran
Dengan melakukan pemetaan di daerah yang rawan kebakaran diharapkan agar masyarakat lebih fokus dan mengetahui titik mana yang sering terjadi kebakaran tersebut.

Menyediakan Sistem Informasi Kebakaran Hutan
Informasi yang dibutuhkan adalah dengan cara menganalisis kondisi ekologis, sosial dan ekonomi suatu wilayah dan juga pengolahan data hasil pengintaian petugas.

BAB IV
KESIMPULAN

4.1KESIMPULAN
1. Dampak dari kebakaran hutan terhadap lingkungan hidup
Dampak yang ditimbulkan kebakaran hutan ternyata sangat kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain.
Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang diantaranya adalah Hilangnya sejumlah spesies, Erosi, Alih fungsi hutan, Penurunan kualitas air, Pemansasan Global, Sendimentasi sungai, Meningkatnya bencana alam.

2.Antisipasi adanya pembakaran hutan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. UU disahkan di Jakarta, 3 Oktober 2009 oleh Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi Mattalatta.
Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
4.2 SARAN
1.Hendaknya kita sebagai warga Negara yang baik harus melestarikan dan menjaga hutan dan alam yang telah dititpkan dari Tuhan yang maha ESA.karena hutan dan alam termasuk dalam bagian yang penting untuk menjaga kestabilan ekosistem dan mencegah terjadinya bencana alam.
2.pemerintah dan aparat keamanan lingkungan hidup harus lebih memperhatikan dan membuat undang-undang yang lebih akurat dan jelas tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan alam.