Aurat Seorang Wanita yang sudah mencapai usia balig Hukumnya

Menutup aurat dosanya



Seorang wanita yang sudah mencapai usia  balig bila berada di hadapan orang laki-laki balig non muhrim diwajibkan menutup seluruh anggota badannya kecuali dua tangan sampai pergelangan dan wajah sebatas yang wajib di basuh saat berwudhu.

Meskipun demikian, ada pula beberapa ulama yang memiliki pendapat berbeda. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa telapak kaki hingga mata kakinya bukan termasuk aurat yang wajib ditutup. (Al-Kasani, Badai’ As-Shanai’ jilid 6 hal 2956)

Sedangkan Ibnu Abdin yang juga dari madzhab Hanafi mengatakan bahwa punggung tapak tangan wanita termasuk aurat yang wajib ditutup. Pendapat ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama Fiqih. (Hasyiyah Ibn Abdin, jilid 1 hal 405)

Sedangkan ulama dari Madzhab Hambali mengatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, bahkan hingga kukunya. Imam Ahmad Bin Hambal dalam satu riwayat mengatakan bahwa jika seorang lelaki mengajak istrinya keluar rumah, maka ia tidak boleh mengajak istrinya makan (diluar rumah), karena dengan itu telapak tangannya akan dapat terlihat oleh lelaki non-mahram. (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah jilid 22 hal 110)

Aurat Wanita Bagi Mahramnya

Jika anggota tubuh wanita yang boleh dilihat oleh non-mahram sangat begitu terbatas sebagaimana ulasan diatas. Maka, dihadapan mahramnya, sejauh mana seorang wanita boleh memperlihatkan auratnya?

Yang di maksud dengan ‘mahram’ disini adalah mahram mu’abbad, yakni laki-laki yang tidak boleh menikahi si wanita selama-lamanya. Kemahraman ini bisa terjadi dari beberapa sebab:
  • Hubungan darah (nasab), seperti ayahnya, anak laki-lakinya, abangnya, dll.
  • Hubungan dari sebab terjadinya pernikahan (mushaharah), seperti bapak mertua, anak laki-laki dari Suaminya, menantu laki-laki, dll.
  • Hubungan persusuan (radha’ah), seperti saudara persusuan, suami dari ibu yang menyusui, dll.


Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan anggota tubuh yang boleh diperlihatkan oleh wanita terhadap mahramnya. Berikut pendapat ulama dari empat madzhab besar:
Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Hanafi

Dalam madzhab ini dikatakan bahwa batasan aurat antara wanita dengan mahramnya adalah: anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut, punggungnya, dan perutnya.

Artinya, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah yang selain dari anggota tubuh tersebut, jika ada dalam keadaan aman dari fitnah dan tidak disertai syahwat.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam surah An-Nur ayat 31 berikut :

ÙˆَÙ„َا ÙŠُبْدِينَ زِينَتَÙ‡ُÙ†َّ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِبُعُولَتِÙ‡ِÙ†َّ Ø£َÙˆْ آبَائِÙ‡ِÙ†َّ Ø£َÙˆْ آبَاء بُعُولَتِÙ‡ِÙ†َّ Ø£َÙˆْ Ø£َبْÙ†َائِÙ‡ِÙ†َّ Ø£َÙˆْ Ø£َبْÙ†َاء بُعُولَتِÙ‡ِÙ†َّ…

Artinya: “Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka….”

Yang dimaksud dengan kalimat ‘jangan menampakkan perhiasannya’ dalam ayat di atas adalah bahwa larangan untuk menampakkan ‘anggota tubuh’ yang menjadi objek yang biasa dipakaikan perhiasan. Sebab, melihat perhiasan itu sendiri hukumnya mubah secara mutlak.

Maka kepala boleh dilihat oleh mahram, karena ia anggota tubuh untuk dipakaikan mahkota, leher dan dada untuk kalung, telinga untuk anting, pergelangan tangan untuk gelang, pergelangan kaki untuk gelang kaki, jari untuk cincin, punggungnya telapak kaki untuk dihiasi daun pacar, dll. Berbeda dengan perut, punggung dan paha yang lazimnya tidak untuk dipakaikan perhiasan. ( Tabyinul Haqaiq jilid 6 hal 19)

Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Maliki dan Hambali

Menurut ulama dari Madzhab Maliki dan pendapat resmi dari kalangan Madzhab Hambali, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya hanya: wajah, kepala, dua tangan dan dua kaki. Maka haram baginya menampakkan dada, payudara, dan anggota tubuh lainnya dihadapan mahramnya. Dan haram pula bagi ayah, anak laki-lakinya dan mahramnya yang lain untuk melihat aurat dirinya selain pada empat anggota tersebut, walaupun tanpa syahwat. (As-Syarh As-Shaghir, jilid 1 hal. 106)

Sedangkan Ibnu Qudamah dari Madzhab Hambali sedikit berbeda dengan pendapat resmi madzhabnya. Menurut beliau, batasan aurat bagi wanita dengan mahramnya adalah seperti aurat antara laki-laki dengan laki-laki, dan wanita dengan wanita. Yakni anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut. (Al-Mughni jilid 7 hal 98)

Pendapat resmi ulama dari Madzhab Hambali menambahkan bahwa mahram yang boleh melihat sebagian aurat si wanita itu maksudnya mahram yang muslim maupun yang kafir. Dalilnya adalah bahwa Abu Sufyan Bin Harb pernah masuk ke rumah putrinya yang bernama Ummu Habibah (salah satu istri Rasulullah SAW) dalam keadaan tidak berhijab, tidak menutupi seluruh auratnya. Dan saat itu Rasulullah SAW tidak menyuruh Ummu Habibah untuk menutupi auratnya di hadapan Abu Sufyan, ayahandanya yang masih kafir. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 7 hal 105)

Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Syafi’i

Mayoritas ulama dalam Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa aurat wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah anggota tubuhnya selain yang ada di antara pusar dan lutut.

Walaupun ada sebagian lagi yang mengatakan bahwa anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah anggota tubuh yang biasa ia tampakkan saat ia beraktifitas di dalam rumah. Seperti kepala, leher, dan tangan hingga siku, juga kaki hingga lutut. Dan anggota-anggota tubuh tersebut juga menjadi batasan aurat yang boleh dilihat wanita terhadap aurat mahramnya. (As-Syarbini, Mughnil Muhtaj jilid 3 hal 129)