Cerpen |Lengkapi Diriku


CINTA tak berwujud…
Namun membuahkan banyak drama..
Tersenyum, gelisah, sendu, berbunga bahkan air mata..
Semua erat dengan istilah cinta…

Bola mata sayu sedikit demi sedikit terbuka. Sejenak kuhela nafas.. oh.. pagi, ternyata aku masih menapak di muka bumi. Kumulai bangkit dari tidur lelap untuk menjalani kisah hari ini. Kutinggalkan lautan kapuk yang membuatku nyaman semalaman. Kucoba mengumpulkan sedikit demi sedikit ingatan yang sebelumnya terhenti. Mengingat dan terus mengingat dan kutemukanlah kesadaran yang sesungguhnya. Ternyata hari ini adalah hari pertamaku untuk bersekolah menjadi sang murid baru oh…
Murid baru, sekolah baru, teman-teman baru, lingkungan yang baru pula. Intinya kisah hari ini serba baru.

“selamat pagi adek-adek…” itulah sapaan hangat sekaligus penyambut kedatangan kami para murid-murid baru di sekolah yang aku pilih untuk menimba ilmu ini. Ya.. itulah saat-saat dimana seluruh siswa baru dikumpulkan di lapangan sekolah. Sebagai tradisi pada tahun ajaran baru diadakanlah kegiatan “MOS”. Memang tak asing lagi bagi kita sebagai pelajar dengan istilah MOS (Masa Orientasi Siswa). Disitulah ku mulai beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kuedarkan pandanganku disetiap orang yang ada di sekitarku agar aku bisa lebih mengenal wajah-wajah calon teman-temanku kelak. Kupandangi satu persatu dari mereka, entah mengapa pandanganku terhenti pada seseorang, tak rela rasanya untuk berkedip. Ia adalah sesosok manusia tampan yang sedang bergerombol dan asyik mengobrol dengan para temannya.

Kembali lagi pada manusia tampan, memang benar apa yang aku katakan dialah seorang laki-laki tampan nan bersahaja, berkulit putih, manis, bola mata sipit namun tetap memukau, dan dengan tubuhnya yang ideal, kelihatannya sih dia baik juga, pokoknya sip lah… hehe..

Dari mulai pandangan turunlah ke hati itulah sebuah rangkaian kata dari para pujangga cinta yang diperuntukkan bagi para penggila cinta. Hatiku mulai bergejolak, kok aneh ya.. mulai timbul rasa cinta, rasa ingin memilikinya.. entah benar atau tidak, mungkin aku sedang jatuh cinta…

Jatuh cinta memang indah, seperti bunga bermekaran di taman berkemilauan tersentuh sorotan sang surya. Namun tak seindah bila hanya mampu memendam dan hanya mampu melihatnya dari kejauhan, walaupun begitu rasanya cukup bahagia bisa mengenalnya. Ternyata laki-laki itu namanya adalah “Dhana Niko Saputra”. teman-temannya sih panggilnya dengan nama Niko. Waw … nama yang keren.
Oh iya lupa.. aku saja belum kenalan eh malah ngenalin orang lain, ndak papalah yang penting kenalan, perkenalkan namaku “Zahra Putri Sharon” teman-temanku memanggilku dengan nama yang berbeda-beda ada yang memanggil Zahra, ada yang Putri, dan ada juga yang memanggilku dengan nama Sharon, tapi kebanyakan dari mereka memanggilku dengan nama Sharon. Katanya sih biar lebih keren aja, buatku terserahlah mau dipanggil apa yang penting jangan panggil aku dengan sebutan Parjo atau Sutini… kenapa? Karena itu ya bukan namaku… wkwk (tuing tuing)
Sudah ya perkenalannya kita kembali ke cerita.

Tak kusangka tak kuduga, cielah… kata-katannya kaya orang lagi konferensi aja (hah). Ternyata dia…??!!, dia SIAPA? Niko lah… (helleh kirain siapa)
Ya Niko ternyata satu kelas dengan diriku oh… betapa senang dan gembirannya diriku bisa satu kelas dengannya ini berarti setiap hari aku bisa sering bertemu dengannya (asyek), kalau boleh nih.. ku akan loncat-loncat, guling-guling atau apapun itu.. yang penting gue seneng banget. Akan tetapi jaga wibawa lah masa segitunya di depan orang banyak, nanti dikira gue nggak waras lagi. Aku seneng sekali karena aku bisa mengenalnya lebih jauh.

Disitulah aku mulai mengawali diriku sebagai seorang pelajar Sekolah Menengah Atas ya SMA. Hari pertama sih belum ada pelajaran, tapi masih tradisi perkenalan biasalah… Ini nih yang paling aku nggak suka perkenalan satu persatu itu yang membuatku malas. Namun tak apalah mungkin itulah salah satu cara manusia untuk saling mengenal.

Ternyata selain dia menjadi penyemangatku untuk bersekolah eh ternyata teman-teman sekelasku anak-anaknya pada asyik dan kocak abis. Seneng banget deh rasanya tak rela jika tak masuk satu hari saja.
Tapi bukan kebahagiaan ataupun cinta yang aku cari dari sekolah ini, aku tak lupa akan tujuan utamaku yaitu menimba ilmu belajar.. belajar.. dan belajar. Dengan giat dan sungguh-sungguh aku bisa meraih hasil yang memuaskan. Alhamdulillah aku menduduki podium 1 oh… tak sia-sia selama ini.

Tak kusangka setahun telah berlalu kita terpisahkan untuk naik kelas selanjutnya, yaitu kelas XI. Yah… kita beda kelas. Aku dan Niko beda kelas sedih deh jadinya, tak semangat lagi jadinya. Aku harus bertemu teman-teman baru. Teman-temanku kelas XI yang sekarang tak asyik, tak seperti temanku yang dulu. Setiap aku masuk kelas aku selalu menyendiri dan melamun.

“Dooorrrr… Hai Sharon”
“eh elu..” Kedatangan Chaca membuatku terbangun dari lamunanku.
“kenapa lo ngelamun terus sih?, nanti kesambet loh…”
“apaan sih lo, paling yang nyambet lo” sahutku seenaknya.
“haha…” dia cekikikan dengan lantangnya.
“lucu deh, masak gue yang nyambet lo pikir gue setan”
“nah tuh tau sendiri..” sahutku
“ngomong-ngomong ada apaan sih lo ngelamun terus akhir-akkhir ini” tanya Chaca yang mulai menginterogasiku`
“nggak ada apa-apa kok, gue lagi nggak mood aja” sahutku sambil berlalu meninggalkan dirinya yang mematung kebingungan melihat tingkahku.
“eh.. mau ke mana” sahutnya bingung. Aku terus berjalan tanpa menghiraukan pertanyaannya, untungnya dia tak membuntutiku bisa habis aku jika dia menginterogasiku layaknya terdakwa dalam kasus penggelapan alokasi dana sandal jepit (hah). Aku berusaha menyembunyikannya, biarlah aku yang tahu dan aku yang merasakannya aku tak ingin berbagi kegelisahanku ini kepada siapapun.

Aku sebenarnya melamunkan perasaanku selama ini, perasaan yang selalu menghantuiku, perasaan yang selalu timbul dalam angan-anganku, perasaan kepadanya yang semakin dalam, aku merasa takut jika kehilangannya, dan aku hanya bisa memendamnya tanpa dia tahu. Aku selalu memikirkannya entah aku tak tahu apakah dia mencintaiku atau tidak, mungkin cintaku ini hanyalah cinta separuh, cinta yang hanya bertepuk sebelah apalah artinya diriku di matanya, mungkin hanyalah sebatas hembusan angin yang menerpa jari-jemarinya. Aku hanya bisa memandangnya dari kejauhan, melihat apa yang dia lakukan, melihat apa yang dia perbuat. Tak sengaja ketika ku memandanginya ku melihat sosoknya bersama seorang wanita. Rasanya hati ini sangat sakit, tercabik hancur, seperti deburan ombak yang menerpa karang dengan hantaman yang begitu keras hingga karang itu hancur berkeping-keping.

Aku sadar siapa diriku aku hanyalah gadis biasa dan sederhana, sedangkan dia adalah laki-laki yang hampir memiliki segalannya, ketampanan, kekayaan dan lain-lain hampir melekat pada dirinnya. Dia pun boleh memilih perempuan yang model bagaimanapun, mustahil bagi diriku untuk memilikinnya. Jika begini terus hidupku tak akan menjadi lebih baik. Hingga akhirnya aku memutuskan berusaha untuk menyingkirkan perasaanku ini untuk terus lebih fokus dalam belajar.

Tak terasa perjalanan masa-masa sekolah tlah usai, kami pun telah berpisah, begitupun dengan diriku dan dirinya. Walaupun tlah berpisah dan tak akan pernah berjumpa lagi dengannya, namun rasa ini masih ada dan utuh hanya untuk dirinya.

Five years later…
Tahun begitu tahun, kalender berjejer bergantian hingga lima hitungan. Tak terasa selama ini kutinggalkan kisah pelajar SMA ku. Kuteruskan perjuanganku mengejar sebuah cita, cita yang kudambakan selama ini. Kini ku sudah menjadi seorang wanita dewasa yang cantik. Sekarang aku sudah bekerja di salah satu perusahaan besar, setelah 4 tahun ku menimba ilmu hingga gelar sarjana terpampang penambah kata di belakang namaku. Kini ku penuh syukur dengan segala yang kumiliki dengan terwujudnya citaku.

Tiba-tiba kuteringat dengan Niko, cinta pertamaku dulu yang hanya sebatas mencintai tanpa memiliki (cinta terpendam). Denger-denger dari seorang temanku ternyata dia sekarang sudah menjadi seorang militer yang gagah dan lebih tampan katanya sih begitu. Aku sangat senang sekali bahwa dia sudah bahagia dan telah mencapai apa yang dicita-citakannya sejak dulu.

Keesokan harinya aku mendengar kabar lagi mengenai dirinya bahwa sebentar lagi Niko akan melangsungkan pernikahan dengan wanita pilihan orangtuanya dan mungkin wanita yang ia cintai. Betapa remuk dan hancurnya hati ini mendengar berita demikian, pembuluh otakku nyaris pecah, menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira. Perasaan yang selama ini kurawat kini telah sia-sia. Aku menangis sejadi jadinya melihat dia bersama wanita pilihannya dan itu bukan aku.

Berhari-hari ku menyendiri didalam kamar merenungi perasaan ini. Makan pun aku telah lupa akhirnya aku jatuh sakit. Beginilah wanita hanya mampu menunggu, memendam, dan tak mampu menyatakannnya hingga akhirnya harus berujung menyakitkan.

Setelah beberapa hari aku terpuruk, aku berusaha untuk bangkit dan mencoba melupakan semua yang telah terjadi, dan akupun bisa berfikir jernih, bahwa di dunia ini tak hanya dia laki-laki satu-satunya tapi masih banyak di luar sana yang mungkin lebih baik dari apa yang dimiliki Niko. Akhirnya aku menyibukkan aktivitas dengan kembali masuk kerja setelah beberapa hari meliburkan diri. Aku berharap dengan aku bekerja kembali akan bisa melupakan semua kejadian yang menyedihkan itu. Tapi pernyataanku salah. Keesokan harinya di ruang kerjaku ada yang mengetuk pintu

“tok.. tok. tok..”
“masuk!!!” jawabku dari dalam.
“permisi, maaf mbak Sharon ada yang mencari mbak di bawah, katanya sih teman mbak dulu” penjelasan panjang lebar dari asistenku ini.
“siapa ya..?” sahutku sambil merapikan buku-buku yang berserakan di atas mejaku.
“nggak tau mbak, katanya sih teman mbak yang dulu”
“ya sudah kalau begitu aku akan menemuinya, terima kasih”
“sama-sama mbak permisi” pamit asistenku yang meninggalkan diriku sendirian.

Aku pun langsung beranjak dari tempat dudukku, aku pergi menemuinya sambil bertanya-tanya siapa ya dia? Aku berjalan menyusuri tangga satu persatu samar-samar orang tersebut mulai kelihatan dari kejauhan, semakin dekat semakin jelas aku berfikir kayaknya aku kenal deh.., kuingat-ingat semakin teringat oh ternyata.. kenapa dia.. kenapa harus dia.. kenapa dia ingin menemuiku lagi setelah apa yang terjadi. Kuhentikan langkahku ku ingin berbalik namun apa daya dia telah melihatkku, apakah maksud dari kedatangannya, apa dia mau menambah rasa sakit dan luka ini atau memamerkannya kepada diriku bahwa dia telah menikah dengan wanita lain.

Aku terdiam dan tiba tiba dia memanggilku, menyebutkan namaku “Sharon.. apa kabar?” aku langsung terbangun dari diamku, “oh.. eh.. Ni..Niko ” agak canggung memang menyebut namanya lagi. “e..Alhamdulillah aku baik, kamu?” aku coba terlihat tegar dan tenang untuk menutupi luka ini. Dia menjawab “Alhamdulillah aku baik juga, kau tambah cantik ya”. Apa-apaan ini basa-basimu akan menambah rasa sakitku. “oh.. biasa saja” sahutku tanpa ekspresi apapun. “ngomong-ngomong katanya kamu sudah menikah ya? Selamat ya…” kuulurkan tanganku untuk memberinya selamat, berat memeng mengatakan hal demikian hampir mataku menjatuhkan airnya, namun aku coba tahan dan tahan! Aku tertunduk mencoba menyembunyikannnya. Dia diam dan menatapku dalam. Sedetik.. dua detik.. tiga detik… Aku kaget dia menggenggam tanganku kemudian menariknya pergi entah ke mana tak banyak yang kuperbuat aku hanya bisa mengikutinya “heh apa yang kau lakukan, mau di bawa ke mana aku ini??”.

Tiba-tiba dia berhenti di sebuah tempat yang begitu indah, nyaman, sejuk, entah tempat apa itu aku tak tau mungkin hampir mirip seperti taman. Dia diam sebentar lalu menatapku dan berkata “aku tahu ucapanmu hanya pura-pura, engkau kelihatan bahagia tapi hatimu menangis, aku tahu itu. Maafkan aku jika selama ini aku buta akan cintamu yang membuat kau begitu terluka, menahan sakit seorang diri, maafkan aku”

Tak tahan lagi ku menumpahkan air mata yang tlah ku coba tahan namun sia-sia jika kutahan untuk waktu ini. Aku menangis sejadi jadinya perasaanku berkecamuk campur aduk entahlah apa yang kurasakan saat ini hingga aku tak mampu mersakannya. Tiba-tiba dia memelukku mencoba mengurangi tangisku mencoba menenangkanku, setelah aku agak tenang dia mulai berbicara lagi ”maukah kau memafkan laki-laki yang buruk yang telah melukai dan membiarkan wanita yang tulus mencintainya jatuh ke dalam jurang yang begitu gelap, aku mohon maafkan aku. Aku akan membalas cintamu dan akan mencoba menutupi luka-luka di hatimu”. Dia berkata mencoba memohon maaf kepada diriku. “Aku tidak ingin menjadi perusak hubungan orang dan aku tidak ingin dicap sebagai wanita penggangu aku tak mau itu… Aku akan pergi jika nanti istrimu tahu kau sedang bersama diriku dan akulah yang kembali menanggung lukannya!” itulah jawabanku dengan penuh keyakinan.

Baru satu langkah aku pergi dia menggenggam dan menarik tanganku kucoba lepas genggaman itu namun dia semakin erat untuk menggenggamnya. Aku terpaksa harus menurutinya ia kembali menjelaskannya kepadaku dan aku berballik air mataku belum berhenti mengalir, kulihat samar-samar dia tersenyum. Ini apaan apa maksud dari semuanya aku menangis dia tersenyum dasar batinku kesal. Kemudian ia mulai berbicara “cemburu nih” maksudnya apaan coba?, “enggak kok bercanda.. bercanda…” candanya, “oh.. saol itu aku kemarin nggak jadi menikah”. (deg… hatiku berdegup agak kencang) perkataan itu membuat aliran darahku terhenti untuk sesaat. Lalu dia melanjutkannya kembali “memang kita sudah mau menikah, akan tetapi ternyata dia sudah hamil 3 bulan, tapi bukan dengan diriku melainkan dengan pria lain, betapa kesal dan malunya keluargaku, mau ditaruh mana muka keluargaku, undangan telah disebar eh ternyata dia mengkhianatiku. Akhirnya keluargaku memutuskan untuk membatalkan pernikahan ini, keluargaku begitu bencinya kepada keluarganya terutama kepada dia, dan sekarang ibuku menyerahkannya padaku untuk memilih wanita yang aku sukai dan ternyata ada wanita mulia di sini yang selalu menungguku. Itulah penjelasannya yang panjang dan lebar. Aku pun mulai luluh dengan dengan semua pengakuannya. “Kamu maukan memaafkanku?” katanya penuh harap. Aku pun memaafkannya. “iya aku maafkan”. Betapa senangnya dia permintaan maafnya aku terima.

Kemudian tiba-tiba dia berlutut di hadapanku
“Sharon… Aku Dhana Niko Saputra akan melamarmu Will You Marry Me..?”
Sontak saja aku kaget dengan apa yang dia katakan. Aku diam sejenak memikirkan hal yang tak pernah kuterima selama hidupku ini. Aku diam sejenak barulah aku menjawabnya dengan mantap “Yes, I Will Marry With You”. Oh.. begitu bahagia dan senangnya dia, dia berteriak dengan kerasnya meluapkan kebahagiaannya bahwa aku telah menerima lamarannya. Kemudian dia memakaikan cincin di jari manisku, oh… sungguh ini membuat air mataku terjatuh untuk kesekian kalinya. Air mata ini jatuh bukan karena terluka akan tetapi karena bahagia.

Setelah itu aku diperkenalkan kepada keluarganya, begitupun dengan Niko aku perkenalkan dengan keluargaku akhirnya mereka merestui hubungan kami. Akhirnya momen yang bahagiapum datang kata “marry” yang terucap sebelumnya kini tlah menjadi nyata. Pernikahan dambaan kini tlah nyata dalam sejarah hidupku. Teman-teman SMA ku tak menyangka jika pelabuhan terakhirku adalah Niko. Mereka semua bersorak bahagia di momen terindah ini. Disaat yang bersamaan Niko membisikkan di telingaku dengan lembut sebuah rangkaian kata terindah “I LOVE YOU”. Aku berharap waktu terhenti untuk sekarang, agar aku merasakan kebahagiaan ini seutuhnya dan bahagia selamanya. Lengkap sudah kebahagiaan ini…

“and happy ending”
Cerpen Tugas anak Sekolah | Raja Sehari

Cerpen Tugas anak Sekolah | Raja Sehari

Pernah hidup seorang Raja tua yang sangat bijaksana, memerintah sebuah negeri yang aman tenteram dan makmur sentosa. Suatu malam, Raja tua dan pembantunya berkeliling kota dan menemukan sebuah gubug yang kumuh.

Raja tua mengendap mendekati gubug itu dan mencuri dengar. Rupanya gubug itu dihuni oleh seorang janda miskin beranak satu. Sang anak menangis kelaparan,sementara sang Ibu sibuk menghibur si anak. “Sabarlah nak. Ibu akan menghadap Raja besok. Ibu dengar dia Raja yang murah hati. Dia pasti akan memberikan makanan bagi kita”.

Raja tua terenyuh hatinya dan memanggil sang pembantu, “Jika mereka sudah tidur, ambil anaknya dan letakkan di tempat tidurku. Besok, aku ingin dia menjadi Raja selama satu hari. Sehingga saat Ibunya datang menghadap, dia bisa memberikan sebanyak apapun harta kekayaan istanaku kepada ibunya.”

Si anak bangun tidur di kamar Raja yang mewah. Para pelayan istana memberikan penghormatan kepada si anak, selayaknya seorang Raja. Mereka melayani dia dari keperluan mandi hingga sarapan. Dari pagi hingga siang, si anak bermain-main dengan para Pangeran dan Putri istana. Semuanya menghormati dia selayaknya seorang Raja. Si anak mulai berpikir bahwa dia akan seterusnya tinggal di istana sebagai seorang Raja. Dia mulai menikmati segala kemewahan disekelilingnya.

Tiba saatnya Raja duduk di ruang sidang, memutuskan masalah rakyat. Disamping singgasana Raja, duduk Penasihat Agung Kerajaan, yang tiada lain adalah Raja tua yang asli. Satu demi satu Raja memutuskan urusan rakyat dengan bijaksana, atas saran bijak Penasihat Agung. Hingga tiba giliran sang Ibu yang miskin untuk menghadap. Malu, sang Ibu hanya tertunduk, tidak berani memandang Raja. Tapi Raja dapat mengenali Ibunya. Usai mendengarkan penuturan ibunya, Raja memerintahkan untuk memberikan dua karung gandum dan sepuluh keping uang emas kepada ibunya. Penasihat Agung dan pembesar lainnya terkejut.

“Yang Mulia,” tegur Penasihat Agung. “Kekayaan istana ini sungguh tidak terbatas. Kita bisa memberikan lebih banyak lagi.”

“Yang Mulia,” Menteri Pangan bangkit dari kursinya. “Menurut perhitungan hamba, jika Tuanku menyerahkan 1000 lumbung padi sekalipun, negara masih memiliki kelimpahan yang tidak terbatas. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

“Tuanku,” Bendahara Negeri ikut menimpali. “Menurut hitungan hamba, jika Tuanku mengeluarkan seluruh persediaan emas negara untuk Ibu ini, negara masih tetap kaya karena bulan depan kita akan memperoleh pendapatan emas dua kali lipat dari hari ini. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”

Demikianlah, Penasihat Agung dan satu demi satu pembesar kerajaan mencoba membujuk Raja untuk memberikan lebih kepada Ibunya. Tetapi Raja tidak perduli. Dia bahkan marah dengan usulan-usulan yang dianggap mempertanyakan otoritasnya itu. Sang Ibu yang miskin akhirnya pulang dengan dua karung gandum dan sepuluh keping uang emas.

Ketika matahari tenggelam, si anak tertidur kelelahan. Raja tua berkata kepada pembantunya, “Aku telah menggenapi janjiku untuknya. Kembalikan lagi dia ke rumah Ibunya.” Sang anak terbangun kembali di gubugnya. Dia pikir dia baru bermimpi. Namun dia terkejut mendengar cerita Ibunya. Si anak segera menyadari kesalahannya, dan berlari ke istana menemui Raja tua.

“Yang Mulia, ampuni hamba. Hamba kini menyadari maksud Baginda. Hamba mohon, kembalikan hamba menjadi Raja, agar hamba bisa memberikan lebih kepada Ibu hamba.”

“Tidak bisa,” kata Raja.

“Satu menit saja, Yang Mulia. Sekedar memerintahkan untuk memberikan lebih kepada ibunda hamba.”

“Anakku,” kata Raja. “Waktumu telah berlalu. Apa yang telah engkau berikan untuk ibumu, itulah yang akan engkau nikmati.”

Cerpen Jangan benci aku, Ibu

Jangan benci aku, mama

ayah
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric.

 Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.

Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima.

Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"

"Nama saya Elic, Tante."

"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." tTpi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak...

Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric...

Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami.

Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.

 Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."
Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras. "Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah.

Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana. Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. (kisah nyata di irlandia utara)