Dan di antara akhlaq yang mulia juga yaitu: Silaturrahmi atau menyambung tali persaudaraan

Silaturrahmi  menurut islam

Dan di antara akhlaq yang mulia juga yaitu:

Ada perbedaan antara kedua orang tua dan saudara kerabat lainnya dalam menjalin hubungan dengan mereka. Adapun saudara kerabat, maka hak bagi mereka adalah dengan menyambung tali persaudaraan. Adapun bagi kedua orang tua, maka hak wajib bagi keduanya adalah dengan berbakti kepada mereka berdua. Dan tentu saja perilaku berbakti lebih tinggi kedudukannya dari pada hanya sekedar menyambung tali persaudaraan. Karena berbakti merupakan limpahan kebaikan, sedangkan menyambung tali persaudaraan tujuannya agar tidak terputus tali tersebut. Untuk itu, orang yang tidak berbakti disebut sebagai: orang yang durhaka, sedangkan orang yang tidak menyambung tali persaudaraan disebut sebagai: seorang pemutus!. 

Namun, menyambung tali persaudaraan juga wajib hukumnya, sedang memutuskannya merupakan sebab datangnya laknat dan terhalangnya seseorang untuk masuk surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?Mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”(QS. Muhammad: 22 & 23) 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

 لا يدخل الجـنة قاطع 

"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali persaudaraan32
". Dan silaturrahmi datang dalam al-Qur'an dan as-Sunnah dengan bentuk Muthlak. 

Dan segala sesuatu yang belum dibatasi oleh syari'at ini, seperti masalah tempat tuk penyimpan harta, maka dengan 'urf-lah dibatasi. 

Sesuai dengan ini, maka dalam masalah tersebut harus dikembalikan pada 'urf-nya. Jadi, apa-apa yang dinamakan oleh masyarakat sekitar sebagai cara untuk menyambung tali persaudaraan, maka hal tersebut termasuk silaturrahmi. Dan apa saja yang mereka sebut dengan pemutus tali persaudaraan, maka hal ini disebut sebagai pemutus silaturrahmi. Dan hal ini tentu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan situasi, kondisi, waktu, tempat, dan perbedaan umat-umat. 

  • Jika saja masyarakat dalam keadaan fakir atau kekurangan, sedang anda orang yang berada, dan saudara kerabat anda adalah orang yang fakir juga. Maka cara menyambung tali persaudaraan terhadap mereka ialah dengan memberi mereka bantuan sesuai dengan keadaan dan kemampuan anda.
  • Dan seandainya masyarakat tersebut dalam keadaan yang mapan, mereka semua pun dalam keadaan baik perekonomiannya. Maka dengan mengunjungi mereka pada pagi hari atau sorenya, hal tersebut juga termasuk cara untuk menyambung tali persaudaraan.  
Di zaman kita sekarang ini, hubungan silaturrahmi antara sesama manusia sangatlah jarang diterapkan. Hal tersebut disebabkan oleh sibuknya mereka dengan pekerjaan dan kebutuhan mereka sendiri, dan juga oelh sebab kesibukan mereka satu sama lain. Sedangkan menyambung hubungan silaturrahmi yang sempurna, hendaknya anda mencari kabar tentang mereka, bagaimana keadaan anak-anak mereka, dan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh mereka. Akan tetapi sangat disayangkan sekali, tindakan dan perbuatan seperti ini sudah hilang entah kemana. Sebagaimana perilaku berbakti secara sempurna juga telah hilang dari kebanyakan manusia.








Cara Memperoleh Akhlaq Yang Mulia


 Akhlaq Yang Mulia








Telah kita jelaskan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa akhlaq yang mulia bisa berupa sifat alami dan bisa berupa sifat yang dapat diusahakan atau diupayakan. Dan bahwasanya yang bersifat alami tentu sempurna dari yang satunya. Dan juga telah kita sebutkan dalil yang menunjukan akan hal ini, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Asyajj bin 'Abdul Qais:

بل جبلك االله عليهما 

"Allah-lah yang telah mengaruniakan keduanya padamu. Dan begitu pula, karena akhlaq mulia yang bersifat alami tidak akan bisa hilang dari seseorang, sedangkan akhlaq yang dihasilkan dengan cara membiasakannya bisa saja terlewat dari seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu. Karena orang tersebut memerlukan kebiasaan, kerja keras, latihan dan kesungguhan. Dan terkadang ia juga perlu mengingat-ingatnya lagi ketika terjadi hal-hal yang dapat membangkitkan emosinya. Untuk itu ada seorang pemuda datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, beri aku nasehat, beliau menjawab: تغـضب لا" Janganlah engkau marah", kemudian beliau terus mengulanginya seraya berkata: "Janganlah engkau marah.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:

 ليس الشديد بالصرعة , إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب

"Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam bertarung, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika sedang marah.

Arti "Ash-Shur'ah" adalah orang yang bertarung atau bergulat dengan lawannya. Seperti kata "Humazah" dan "Lumazah". Adapun "Humazah" artinya yang suka mengumpat atau memaki orang, sedangkan "Lumazah" artinya yang suka mengejek orang lain dengan kedipan mata.

Maka, orang yang kuat bukanlah yang menang dalam bertarung dan mampu mengalahkan lawannya, akan tetapi "orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika sedang emosi", dia mampu menguasai dan menahan dirinya pada saat sedang marah. Dan kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya ketika sedang marah termasuk akhlaq yang mulia. Jika anda marah, janganlah anda menuruti kemarahan anda, akan tetapi segeralah memohon perlindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dari setan yang terkutuk. Jika anda berdiri maka duduklah, dan jika duduk maka berbaringlah. Dan jika rasa marah anda semakin bertambah maka segeralah berwudhu sampai hilang dari anda rasa marah tersebut. 

Setiap orang bisa mendapatkan akhlaq yang mulia, hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan, bersungguh-sungguh, dan melatih dirinya. Maka, ia dapat menjadi orang yang berakhlaq mulia dengan beberapa perkara, di antaranya: 

Pertama: Hendaklah ia mengamati dan menelaah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasul-Nyan. Yakni mengamati nash-nash yang menunjukan pujian terhadap akhlaq yang agung tersebut, yang mana ia berkemauan untuk berperilaku dengannya. Jika seorang mukmin melihat nash-nash yang memuji-muji akhlaq atau perilaku tertentu, maka ia akan berusaha untuk dapat menerapkan perilaku yang terpuji tersebut pada dirinya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan akan hal itu dalam sabdanya:

 إنما مثل الجليس الصالح والجليس السوء كحامل المسك ونافخ الكير فحامـل المسك إما أن يحذيك وإما أن تبتاع منه وأما أن تجد منه ريحاً طيبة ونافح الكير إما أن يحرق ثيابك وإما أن تجد منه ريحاً خبيثة  

"Permisalan teman duduk yang baik dengan yang tidak baik, seperti penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi: terkadang ia akan menawarkan minyaknya kepadamu, dan terkadang ia akan memberimu24 . Dan terkadang juga kamu akan mendapatkan darinya bau yang wangi. Adapun teman duduk yang tidak baik ia seperti seorang pandai besi: kalau tidak membakar pakaianmu, pasti kamu akan mencium darinya bau yang tidak sedap.

Kedua: Bersahabat dengan orang yang telah dikenal kemuliaan akhlaqnya, dan jauh dari sifat-sifat rendah dan perbuatan-perbuatan hina. Sehingga ia menjadikan persahabatan tersebut ibarat sebuah sekolah yang ia menimba akhlaq yang mulia darinya. 

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berkata: 

الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

"Seseorang itu tergantung dengan agama sahabatnya, maka hendaklah kalian melihat orang yang akan kalian pergauli.

Ketiga: Hendaklah ia memperhatikan akibat buruk dari akhlaq tercela, karena orang yang berakhlaq buruk pasti dibenci, ditinggalkan, dan akan dikenal dengan sebutan yang jelek. Maka, jika seseorang mengetahui bahwa akhlaq yang buruk bisa mengakibatkan semua ini, niscaya ia akan segera menjauhinya. 

Keempat: Hendaklah ia selalu menghadirkan gambaran akhlaq mulia Rasulullahn, bagaimanakah dahulu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam merendahkan dirinya di hadapan sesama, bersikap santun terhadap mereka, mau memaafkan mereka, dan juga selalu bersabar dari gangguan mereka. Seandainya saja seseorang mampu menghadirkan akhlaq Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan bahwasanya Belaiu adalah sebaik-baik manusia, serta merupakan orang yang paling utama dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala , niscaya ia akan merasa rendah diri dan akan terpecah sifat kecongkakan yang ada dalam dirinya. Maka, hal tersebut pun akan menjadi penyeru baginya yang mengajak kepada perilaku yang baik.  

Menikah dengan kerabat yang masih memiliki hubungan darah di berbolehkan kah

dengan saudara sepupu

HUKUM MENIKAH DENGAN KERABAT SAUDARA

Para ulama telah berbicara tentang pernikahan dengan kerabat. Tidak ada perbedaan diantara mereka bahwa hal tersebut diperbolehkan tetapi pembicaraan mereka justru terfokus pada baik atau tidaknya pernikahan tersebut. Kesimpulannya: Sesungguhnya pernikahan dengan kerabat menambah hubungan silaturrahmi, memperkecil biaya, sejajar dalam tradisi, tabiat serta bersatunya jiwa dan orang- orang yang tidak setuju beralasan bahwa pertengkaran antara suami isteri menyebabkan pada terputusnya hubungan kerabat. 

Para fuqaha menyebutkan sifat isteri yang baik hendaknya ia orang lain karena keturunannya akan lebih cerdas dan jauh dari perceraian, sementara dengan kerabat akan menghantarkan kepada terputusnya hubungan silaturahmi. 

Alasan lainnya yang disebutkan oleh para ulama bahwa anak wanita dari paman atau sejenisnya dari kerabat dekat yang tidak terasa asing karena kedekatannya, sering melihat karena antara dirinya dan diri kerabat wanita terdapat rasa malu yang memperkecil keinginannya serta melemahkan nafsu. Seorang anak tidak sempurna ciptaannya kecuali melalui syahwat yang kuat oleh karena itu mereka mengatakan: Barang siapa yang malu dari seorang wanita, maka ia tidak akan melahirkan anak. 

Mansur bin Ruman al Fazari datang menemui Hasan bin Hasan dimana ia adalah kakek dari ibunya. Mudah-mudahan engkau telah menikah? Ia menjawab: Ya, aku menikah dengan anak wanita pamanku, Husain. Ia berkata kepadanya: Yang kau lakukan sangat buruk, tidakkah kau tahu bahwa rahim-rahim apabila bertemu akan lemah? Sebaiknya engkau menikah dengan orang jauh. Ia berkata: Aku telah menikahinya dan Allah SWT memberikan rezeki kepadaku seorang anak. 

Dikatakan bahwa seorang laki-laki apabila menikah dengan anak wanita pamannya maka anaknya akan lemah: "Berilah peringalan pada orangyang tidak memiliki angan-angan. Di dalam masyarakat mengawini anak perempuan paman Ia tidak akan selamat dari lemah dan sakit." 

Salah seorang ulama berkata tentang keutamaan orang lain ketimbang kerabat dekat: 
Seorang pemuda tidak terlabir dari anak perempuan paman sebagai kerabat Lalu ia lemah sementara orang lain hanya terkadang saja lemahnya 
Anda belajar dari paman-paman kesengsaraan dan keburukan 
Dan mendapatkan warisan dari mereka pengalaman yang baik 
Ia seorang anak laki-laki dari perempuan lain dan sesungguhnya 
Yang memiliki peran adalah anak-anak laki dan perempuan asing. 

Termasuk mengherankan bahwa Imarah bin Aqiel, seorang yang berwajah buruk dan cerdas menikah dengan seorang wanita cantik yang berperangai buruk dari selain kerabatnya, ia berharap agar keturunannya mengikuti ibunya dalam keelokannya dan mengikutinya dalam kecerdasannya tetapi yang terjadi justru anak-anaknya mengikuti ibunya dalam perangainya yang buruk dan mengikuti ayahnya dalam wajahnya yang buruk. Maha suci Allah. 

Al Mughirah bin Su'bah pernah ditanya tentang sifat seorang wanita, ia berkata: Anak-anak paman lebih sebagai pelipur lara sementara wanita non kerabat lebih cerdas. 

"Sifat-sifat yang disukai oleh syara' yang aku kemukakan.
Yang aku agungkan adalah orang cerdas.
Seorang perempuan yang agamisyang dibiasi oleh etika 
Perawan dan memiliki keturunan, maha di dalam dirinya terdapat bulan 
Perempuan asing yang bukan dari keluarga laki-laki yang meminangnya 
Sifat-sifat itullah yang aku agungkan bagiyang memandangnya 
Di dalamnya terdapat Hadits-hadits yang ditetapkan 
Yang menyelimuti di antara ilmu-ilmu yang dibaca." 

Betapapun aku tidak akan memerangi selama-lamanya apapun yang telah dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya, melainkan aku akan katakan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama: Sebaiknya diperdalam masalah tersebut. Seorang laki-laki yang menderita penyakit keturunan misalnya tidak diperkenankan menikah dengan seorang wanita dari kerabat dekatnya. Penyakit yang sama akan menurun pada anak-anak dari mereka. 

Agama Islam menganjurkan untukmempunyai keturunan dan menganjurkan agar terdapat sifat-sifat yang baik bagi anak-anaknya dari kedua orang tuanya. Ini justru lebih baik, sebab tidak ada seorang pun yang menentangnya, Keturunan mempunyai pengaruh pada anak. 

Suatu ketika datang seorang laki-laki menemui Rasulullah SAW, ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku melahirkan seorang anak yang berkulit hitam (maksudnya bagaimana bisa demikian padahal kedua orang tuanya berkulit putih sementara anaknya berkulit hitam? Seolah-olah ia ragu dengan anak tersebut). Rasulullah bertanya kepadanya: Apakah kamu memiliki unta? Ia berkata: Ya. Nabi bertanya lagi, apa warnanya? Ia menjawab: Merah. Nabi bertanya lagi : Apakah terdapat ras lainnya? Ia menjawab: Ya. Nabi berkata: Barangkali rasnya telah terputus. Rasulullah bersabda: Anak laki-lakimu ini barangkali terlepas dari rasnya. Hal ini menunjukan bahwa keturunan mempunyai pengaruh. 

Apabila seorang laki-laki menyukai salah seorang kerabatnya dan tidak ada penyakit yang nampak, maka tidak mengapa untuk menikahinya apalagi si wanita memiliki agama dan akhlak yang baik. 

Inilah fatwa tentang hal tersebut dari Syaikh Muhammad al Utsaimin: Pernikahan dengan orang lain lebih baik. 

Pertanyaan: Salah seorang kerabatku mengajukan seorang calon tetapi aku dengar bahwa pernikahan dengan wanita lain lebih baik terutama dari sisi masa depan anak dan hal-hal lainnya. Bagaimana pendapat anda tentang hal itu? 

Jawab: Prinsip ini telah dikemukakan oleh sebagian ulama dan mereka telah menyinggung tentang apa yang aku kemukakan bahwa keturunan mempunyai pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa keturunan mempunyai pengaruh dalam menciptakan manusia. Oleh karena itu, seorang laki- laki pernah datang menemui nabi Muhammad SAW, lalu ia bertanya: Wahai Rasulullah sesungguhnya isteriku telah melahirkan seorang anak yang berkulit hitam (ia ingin mengenalkan isterinya yaitu mengapa anaknya berkulit hitam padahal kedua orang tuanya berkulit putih), lalu Rasulullah bertanya: Apakah kamu memiliki unta? Ia berkata: Ya. Nabi bertanya lagi: Apa warnanya? Ia menjawab: Merah. Nabi bertanya: Apakah terdapat binatang lainnya? Ia menjawab: Ya, maka bagaimana ini? Nabi berkata: Barangkali ia terlepas dari rasnya. Lalu Rasulullah bersabda: Anakmu ini barangkali telah terputus dari rasnya. Ini menunjukan bahwa keturunan memiliki pengaruh dan tidak diragukan lagi. Tetapi nabi Muhammad SAW berkata: "Seorang perempuan dinikahkan karena empat hal: Hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama ia akan menutup tanganmu." 

Rujukan dalam melamar seorang wanita adalah agama, maka setiap terdapat wanita yang agamis dan setiap terdapat wanita yang cantik, baik ia kerabat atau orang lain, maka ia lebih utama. Karena agama dapat menjaga harta, suami, anak dan rumah. Sementara cantik dapat memenuhi hajatnya, meredupkan pandangannya dan menjadikannya tidak berpaling kepada wanita lain. 

Apabila diharuskan untuk menikah dengan kerabat, maka berhati-hatilah dalam masalah persusuan dan telitilah sebelum melakukan akad nikah. Masyarakat sekarang, khususnya di kampung dan kota-kota kecil, keluarga- keluarga tidak pernah terlepas dari hubungan persusuan klasik sebelum adanya berbagai macam jenis susu buatan, Oleh karena itu seorang ibu jika merasa bahwa saudaranya lidak terdapat air susu, air susu yang ada tidak mencukupi untuk anaknya, karena bepergian atau sakit dan hal-hal lainya. Maka ini akan mendorongnya untuk menyerahkan kepada wanita lain untuk menyusuinya baik dengan upah atau tidak. Anda dapat temukan seorang wanita menyusui dua puluh anak, baik anak laki-laki atau wanita. Mereka semua adalah saudara sepersusuan. Lalu apabila mereka besar dan ingin menikah. Maka masalah ini agar dianalisa secara mendalam, karena mungkin saja pemuda ini menjadi saudara laki-laki bagi wanita yang ingin dinikahinya. 

Sebagian masyarakat menganggap remeh masalah ini, barangkali setelah keduanya melakukan pernikahan, lalu tiba-tiba datang seorang nenek dengan lembut, keibuan dan tidak berpengetahuan berkata: Mudah-mudahan Allah SWT memberikan taufiq kepada mereka berdua yang telah menyusui secara bersamaan, maka keluarga akan lari dan terjadilah perceraian. Masalah ini harus diselesaikan, apabila kita upayakan dari permualaan, niscaya lebih baik. Menjaga lebih baik dari mengobati. Kisah-kisah tentang ini cukup banyak. Dalam sebuah Hadits: "Diharamkan dari saudara sepersusuan apa yang diharamkan dari saudara dalam satu nasab."(H.R. Bukhari, Muslim dan Nasa'i) 

Aurat Seorang Wanita yang sudah mencapai usia balig Hukumnya

Menutup aurat dosanya



Seorang wanita yang sudah mencapai usia  balig bila berada di hadapan orang laki-laki balig non muhrim diwajibkan menutup seluruh anggota badannya kecuali dua tangan sampai pergelangan dan wajah sebatas yang wajib di basuh saat berwudhu.

Meskipun demikian, ada pula beberapa ulama yang memiliki pendapat berbeda. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa telapak kaki hingga mata kakinya bukan termasuk aurat yang wajib ditutup. (Al-Kasani, Badai’ As-Shanai’ jilid 6 hal 2956)

Sedangkan Ibnu Abdin yang juga dari madzhab Hanafi mengatakan bahwa punggung tapak tangan wanita termasuk aurat yang wajib ditutup. Pendapat ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama Fiqih. (Hasyiyah Ibn Abdin, jilid 1 hal 405)

Sedangkan ulama dari Madzhab Hambali mengatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, bahkan hingga kukunya. Imam Ahmad Bin Hambal dalam satu riwayat mengatakan bahwa jika seorang lelaki mengajak istrinya keluar rumah, maka ia tidak boleh mengajak istrinya makan (diluar rumah), karena dengan itu telapak tangannya akan dapat terlihat oleh lelaki non-mahram. (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah jilid 22 hal 110)

Aurat Wanita Bagi Mahramnya

Jika anggota tubuh wanita yang boleh dilihat oleh non-mahram sangat begitu terbatas sebagaimana ulasan diatas. Maka, dihadapan mahramnya, sejauh mana seorang wanita boleh memperlihatkan auratnya?

Yang di maksud dengan ‘mahram’ disini adalah mahram mu’abbad, yakni laki-laki yang tidak boleh menikahi si wanita selama-lamanya. Kemahraman ini bisa terjadi dari beberapa sebab:
  • Hubungan darah (nasab), seperti ayahnya, anak laki-lakinya, abangnya, dll.
  • Hubungan dari sebab terjadinya pernikahan (mushaharah), seperti bapak mertua, anak laki-laki dari Suaminya, menantu laki-laki, dll.
  • Hubungan persusuan (radha’ah), seperti saudara persusuan, suami dari ibu yang menyusui, dll.


Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan anggota tubuh yang boleh diperlihatkan oleh wanita terhadap mahramnya. Berikut pendapat ulama dari empat madzhab besar:
Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Hanafi

Dalam madzhab ini dikatakan bahwa batasan aurat antara wanita dengan mahramnya adalah: anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut, punggungnya, dan perutnya.

Artinya, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah yang selain dari anggota tubuh tersebut, jika ada dalam keadaan aman dari fitnah dan tidak disertai syahwat.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam surah An-Nur ayat 31 berikut :

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ…

Artinya: “Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka….”

Yang dimaksud dengan kalimat ‘jangan menampakkan perhiasannya’ dalam ayat di atas adalah bahwa larangan untuk menampakkan ‘anggota tubuh’ yang menjadi objek yang biasa dipakaikan perhiasan. Sebab, melihat perhiasan itu sendiri hukumnya mubah secara mutlak.

Maka kepala boleh dilihat oleh mahram, karena ia anggota tubuh untuk dipakaikan mahkota, leher dan dada untuk kalung, telinga untuk anting, pergelangan tangan untuk gelang, pergelangan kaki untuk gelang kaki, jari untuk cincin, punggungnya telapak kaki untuk dihiasi daun pacar, dll. Berbeda dengan perut, punggung dan paha yang lazimnya tidak untuk dipakaikan perhiasan. ( Tabyinul Haqaiq jilid 6 hal 19)

Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Maliki dan Hambali

Menurut ulama dari Madzhab Maliki dan pendapat resmi dari kalangan Madzhab Hambali, anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya hanya: wajah, kepala, dua tangan dan dua kaki. Maka haram baginya menampakkan dada, payudara, dan anggota tubuh lainnya dihadapan mahramnya. Dan haram pula bagi ayah, anak laki-lakinya dan mahramnya yang lain untuk melihat aurat dirinya selain pada empat anggota tersebut, walaupun tanpa syahwat. (As-Syarh As-Shaghir, jilid 1 hal. 106)

Sedangkan Ibnu Qudamah dari Madzhab Hambali sedikit berbeda dengan pendapat resmi madzhabnya. Menurut beliau, batasan aurat bagi wanita dengan mahramnya adalah seperti aurat antara laki-laki dengan laki-laki, dan wanita dengan wanita. Yakni anggota tubuh yang ada di antara pusar dan lutut. (Al-Mughni jilid 7 hal 98)

Pendapat resmi ulama dari Madzhab Hambali menambahkan bahwa mahram yang boleh melihat sebagian aurat si wanita itu maksudnya mahram yang muslim maupun yang kafir. Dalilnya adalah bahwa Abu Sufyan Bin Harb pernah masuk ke rumah putrinya yang bernama Ummu Habibah (salah satu istri Rasulullah SAW) dalam keadaan tidak berhijab, tidak menutupi seluruh auratnya. Dan saat itu Rasulullah SAW tidak menyuruh Ummu Habibah untuk menutupi auratnya di hadapan Abu Sufyan, ayahandanya yang masih kafir. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 7 hal 105)

Aurat wanita dengan mahramnya menurut : Madzhab Syafi’i

Mayoritas ulama dalam Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa aurat wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah anggota tubuhnya selain yang ada di antara pusar dan lutut.

Walaupun ada sebagian lagi yang mengatakan bahwa anggota tubuh wanita yang boleh terlihat oleh mahramnya adalah anggota tubuh yang biasa ia tampakkan saat ia beraktifitas di dalam rumah. Seperti kepala, leher, dan tangan hingga siku, juga kaki hingga lutut. Dan anggota-anggota tubuh tersebut juga menjadi batasan aurat yang boleh dilihat wanita terhadap aurat mahramnya. (As-Syarbini, Mughnil Muhtaj jilid 3 hal 129)