Contoh Makalah evaluasi pembelajaran

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran. Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihân, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternative-alternatif keputusan (Mehrens dan Lehman, 1978:5). Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W Brown (1977), maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown itu untuk memberikan definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai, suatu tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk atau suatu proses yang berlangsung dalam rangka, menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan, atau singkatnya : Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga 

makalah

Tugas Mata Kuliah Sistem Evaluasi PAI 


Download Dokumen


Cara Memperoleh Akhlaq Yang Mulia


 Akhlaq Yang Mulia








Telah kita jelaskan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa akhlaq yang mulia bisa berupa sifat alami dan bisa berupa sifat yang dapat diusahakan atau diupayakan. Dan bahwasanya yang bersifat alami tentu sempurna dari yang satunya. Dan juga telah kita sebutkan dalil yang menunjukan akan hal ini, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Asyajj bin 'Abdul Qais:

بل جبلك االله عليهما 

"Allah-lah yang telah mengaruniakan keduanya padamu. Dan begitu pula, karena akhlaq mulia yang bersifat alami tidak akan bisa hilang dari seseorang, sedangkan akhlaq yang dihasilkan dengan cara membiasakannya bisa saja terlewat dari seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu. Karena orang tersebut memerlukan kebiasaan, kerja keras, latihan dan kesungguhan. Dan terkadang ia juga perlu mengingat-ingatnya lagi ketika terjadi hal-hal yang dapat membangkitkan emosinya. Untuk itu ada seorang pemuda datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, beri aku nasehat, beliau menjawab: تغـضب لا" Janganlah engkau marah", kemudian beliau terus mengulanginya seraya berkata: "Janganlah engkau marah.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:

 ليس الشديد بالصرعة , إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب

"Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam bertarung, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika sedang marah.

Arti "Ash-Shur'ah" adalah orang yang bertarung atau bergulat dengan lawannya. Seperti kata "Humazah" dan "Lumazah". Adapun "Humazah" artinya yang suka mengumpat atau memaki orang, sedangkan "Lumazah" artinya yang suka mengejek orang lain dengan kedipan mata.

Maka, orang yang kuat bukanlah yang menang dalam bertarung dan mampu mengalahkan lawannya, akan tetapi "orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika sedang emosi", dia mampu menguasai dan menahan dirinya pada saat sedang marah. Dan kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya ketika sedang marah termasuk akhlaq yang mulia. Jika anda marah, janganlah anda menuruti kemarahan anda, akan tetapi segeralah memohon perlindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dari setan yang terkutuk. Jika anda berdiri maka duduklah, dan jika duduk maka berbaringlah. Dan jika rasa marah anda semakin bertambah maka segeralah berwudhu sampai hilang dari anda rasa marah tersebut. 

Setiap orang bisa mendapatkan akhlaq yang mulia, hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan, bersungguh-sungguh, dan melatih dirinya. Maka, ia dapat menjadi orang yang berakhlaq mulia dengan beberapa perkara, di antaranya: 

Pertama: Hendaklah ia mengamati dan menelaah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasul-Nyan. Yakni mengamati nash-nash yang menunjukan pujian terhadap akhlaq yang agung tersebut, yang mana ia berkemauan untuk berperilaku dengannya. Jika seorang mukmin melihat nash-nash yang memuji-muji akhlaq atau perilaku tertentu, maka ia akan berusaha untuk dapat menerapkan perilaku yang terpuji tersebut pada dirinya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan akan hal itu dalam sabdanya:

 إنما مثل الجليس الصالح والجليس السوء كحامل المسك ونافخ الكير فحامـل المسك إما أن يحذيك وإما أن تبتاع منه وأما أن تجد منه ريحاً طيبة ونافح الكير إما أن يحرق ثيابك وإما أن تجد منه ريحاً خبيثة  

"Permisalan teman duduk yang baik dengan yang tidak baik, seperti penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi: terkadang ia akan menawarkan minyaknya kepadamu, dan terkadang ia akan memberimu24 . Dan terkadang juga kamu akan mendapatkan darinya bau yang wangi. Adapun teman duduk yang tidak baik ia seperti seorang pandai besi: kalau tidak membakar pakaianmu, pasti kamu akan mencium darinya bau yang tidak sedap.

Kedua: Bersahabat dengan orang yang telah dikenal kemuliaan akhlaqnya, dan jauh dari sifat-sifat rendah dan perbuatan-perbuatan hina. Sehingga ia menjadikan persahabatan tersebut ibarat sebuah sekolah yang ia menimba akhlaq yang mulia darinya. 

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berkata: 

الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

"Seseorang itu tergantung dengan agama sahabatnya, maka hendaklah kalian melihat orang yang akan kalian pergauli.

Ketiga: Hendaklah ia memperhatikan akibat buruk dari akhlaq tercela, karena orang yang berakhlaq buruk pasti dibenci, ditinggalkan, dan akan dikenal dengan sebutan yang jelek. Maka, jika seseorang mengetahui bahwa akhlaq yang buruk bisa mengakibatkan semua ini, niscaya ia akan segera menjauhinya. 

Keempat: Hendaklah ia selalu menghadirkan gambaran akhlaq mulia Rasulullahn, bagaimanakah dahulu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam merendahkan dirinya di hadapan sesama, bersikap santun terhadap mereka, mau memaafkan mereka, dan juga selalu bersabar dari gangguan mereka. Seandainya saja seseorang mampu menghadirkan akhlaq Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan bahwasanya Belaiu adalah sebaik-baik manusia, serta merupakan orang yang paling utama dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala , niscaya ia akan merasa rendah diri dan akan terpecah sifat kecongkakan yang ada dalam dirinya. Maka, hal tersebut pun akan menjadi penyeru baginya yang mengajak kepada perilaku yang baik.